Jakarta, SUARAKLATEN.id – Dalam Rumusan Asta Cita Prabowo Subianto terdapat 17 Program Prioritas dan prioritas ke 5 adalah Pemberantasan Kemiskinan. Kemudian ditetapkan suatu kebijakan Pengentasan Kemiskinan Menuju 0%, yang dirinci bahwa pada tahun 2025 ditargetkan kemiskinan turun menjadi 6-7%, tahun 2029 menjadi 4.5-5% kemudian turun menjadi 0.5-0.8% pada 2045.
Sehubungan dengan itu maka perlu dipahami bahwa pada setiap akhir pemerintahan jumlah kemiskinan selalu berada pada 20-30 juta. Sasaran pengentasan kemiskinan tidak pernah tercapai. Demikian juga pada akhir pemerintahan pada tahun 2024 ini, pengentasan kemiskinan dan penurunan stunting tidak mencapai targetnya. Memperhatikan data tahun 2013-2024, penduduk miskin jumlahnya selalu bertengger diatas 24 juta dan pada rentang waktu itu jumlah penduduk miskin yang terendah terjadi pada September 2019 yang berjumlah 24.78 juta. Jadi selama 12 tahun dari 2013-2024 jumlah penduduk miskin rangenya 24-30 juta. Pemerintah tiap tahun berhasil menurunkan penduduk miskin hanya sekitar 600 ribu – 1 juta penduduk miskin.
Disisi lain, faktanya bahwa Lembaga/Kementerian (L/K) yang terlibat dalam penanganan masalah kependudukan yang strategik tersebut jumlahnya makin banyak, demikian juga halnya dengan jumlah anggaran yang dialokasikan setiap tahun. Anggaran untuk penurunan stunting saja tidak kurang dari 30 T setahun, dan melibatkan 18 L/K. Tentunya anggaran untuk pengentasan kemiskinan jauh lebih besar jumlahnya. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa justru disitulah pangkal masalahnya.
Pemerintahan baru harus berani meninggalkan model pengelolaan yang mengandalkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi L/K yang terlibat dalam penangan kemiskinan dan stunting tersebut. Agar masalah kependudukan yang strategik itu bisa berjalan lebih efektif, maka sudah saatnya mengambil pola pengelolaan lain yaitu dengan menyerahkan tugas fungsi dan kewenangan kepada satu “kementerian” yang diberi tanggung jawab melaksanakan dan mengikuti, memantau, melaporkan perkembangannya dari hari ke hari, day to day. Selain itu, agar keinginan Presiden Terpilih Prabowo Subianto bisa terlaksana, dimana setiap L/K langsung bekerja, langsung jalan, tanpa perlu lagi menghabiskan waktu untuk belajar, maka pengelolaan pogram prioritas pengentasan kemiskinan dan stunting dilakukan dengan melaksanakan Transformasi Kelembagaan.
Tugas fungsi dan kewengan diberikan kepada satu lembaga yang sudah ada yang track record dan prestasinya telah teruji. Berkaitan dengan itu, BKKBN akan mampu mengemban tanggung jawab bila diberikan tugas fungsi dan kewenangan tersebut. BKKBN telah berhasil menanamkan Norma Keluarga Kecil ditandai dengan menurunnya angka kelahiran total/total fertility rate menjadi 2.14 yang memberi dampak pada pengendalian pertumbuhan dan struktur penduduk serta mengantarkan Indonesia mendapatkan bonus demografi.
Baca juga: Semarak !! Deklarasi Brigade Muda Militan untuk Pemenangan Paslon Hamenang-Benny
BKKBN memiliki infrastruktur dan sumber daya manusia yang terlatih sampai pada tingkat pedesaan, berupa PPKBD, Petugas Lapangan, Bidan Desa, Kader, dan yang strategik memiliki Data Mikro Keluarga sebagai data operasional. Data mikro itu diakui dan dipakai oleh pemerintah. Petugas lapangan dan kader sangat berpengalaman sebagai penggerak berbagai program pembangunan dan berbagai keterpaduan kegiatan operasional seperti Posyandu dan kegiatan lain di tingkat desa dan lapangan.
Tentunya semua kekuatan BKKBN itu akan sangat mendukung pelaksanaan Asta Cita ke 6 yang menggariskan “Pembangunan dari desa dan dari bawah untuk pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan”. BKKBN telah membawa Indonesia menjadi tempat belajar dunia/centre of excelence dan mendapat pengakuan berupa penghargaan dari PBB dan Lembaga Internasional pada era Presiden Soeharto dan terakhir penghargaan yang sama diberikan PBB pada tahun 2022.
Pengentasan kemiskinan dan penurunan stunting hakikinya merupakan bagian dari pembangunan kependudukan berbasis keluarga yaitu Keluarga Bahagia Sejahtera yang merupakan satu kesatuan dari konsep NKKBS/Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera yang dilaksanakan secara bertahap, konsisten dan berkelanjutan, sejalan dengan program PBB yaitu ICPD +30 dilaksanakan tahun 1994-2024, fokusnya pada hak hak reproduksi, pendidikan untuk semua, kemiskinan dan kelaparan. ICPD kemudian dilanjutkan dengan MDGs yang menekankan perlunya tanggung jawab pemerintah dan pentingnya kerjasama internasional dan kemitraan dalam pembiayaan berbagai masalah pembangunan.
Baca juga: Turnamen Sepak Bola HW Cup, Jaring Atlet Muda Diikuti oleh 16 Team
Kemudian MDGs dilanjutkan dengan SDGs dimulai tahun 2015 dan akan berakhir pada tahun 2030. Fokusnya adalah mewujudkan kesejahteraan dengan berbagai prioritas termasuk masalah kependudukan seperti kemiskinan, kelaparan pendidikan berkualitas, masalah perempuan anak dan remaja serta masalah lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
Pelaksanaan tahap pertama BKKBN telah berhasil menanamkan Norma Keluarga Kecil ditandai dengan pencapaian angka kelahiran total 2.14 yang mengantarkan Indonesia mendapatkan bonus demografi. Prestasi itu mendapatkan penghargaan dari PBB seperti dikemukakan di atas. Kini, sejalan dengan konsep pembanguan yang berkelanjutan maka BKKBN memasuki tahap kedua, membangun Keluarga Bahagia Sejahtera, sebagai bahagian dari Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera/NKKBS. Pada tahap ini fokusnya pada pembangunan keluarga berkualitas dengan upaya pemberdayaan keluarga sebagai upaya lanjut dari pembangunan keluarga kecil.
Dari uraian di atas maka untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam Asta Cita khususnya pemberantasan kemiskinan, maka pemerintahan baru harus berani meninggalkan model pengelolaan yang melibatkan demikian banyak L/K dengan fokusnya masing-masing. Saatnya untuk merubah pola pengelolaannya agar lebih efektif dan efisien dengan cara menunujuk satu L/K yang diberikan tugas fungsi serta kewenangan dan bertanggung jawab melaksanakannya dari hari ke hari, day to day.
Baca juga: Aparat Polres Klaten Bekuk Pelaku Pengganjal Kartu ATM
Membentuk lembaga baru harus dihindari, karena akan membutuhkan waktu untuk bisa running, bisa operasional, disebabkan oleh berbagai kendala birokrasi. Penting untuk dipahami bahwa waktu efektif suatu pemerintahan mungkin hanya berkisar 3,5 – 4 tahun saja. Jadi harus dengan melakukan Transformasi Kelembagaan, artinya tugas fungsi pengentasan kemiskinan dan stunting dimasukkan ke BKKBN, kemudian status kelembagaannya ditingkatkan menjadi kementerian. Dengan demikian BKKBN mempunyai kewenangan yang lebih luas dan kuat serta bisa membuat kebijakan yang mempermudah kerjasama dengan berbagai pihak terkait dan dengan pemerintah daerah.
Keberadaan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menjadi sesuatu yang strategik dan perlu mendapat perhatian. Dan kementerian dengan nomenklatur Menteri Kependudukan/Kepala BKKBN dan nomenklatur lain pernah ada pada era kabinet kabinet pemerintahan sebelumnya. Penulis adalah Pengamat Sosial Kemasyarakatan dan Mantan Sestama BKKBN.
Oleh: Drs H Lalu Sudarmadi, MPIA